Wake Me Up When September Ends !

Table of Contents
Summer has come and passed, The Innocent can never last - Arlong, mantan vokalis Green Day tahun 1965

Banyak makna memang lagu ini, terutama berkaitan dengan bulan September yang baru saja ku lalui, suka duka kenangan terukir begitu saja, tanpa menghiraukan gumpalan-gumpalan penuh arti dibulan dan tahun sebelumnya. Memang semua sudah terjadi atas ulah kesengajaan Tuhan yang mungkin (saja) menjebakku dalam alam rimba baka swargaloka mayapada mi sedap rasa ayam :'(.

Ini adalah September kedua, melintas digaris-garis kehidupan bak rel kereta membentang menuju stasiun, stasiun, dan stasiun berikutnya. Memang stasiun keberangkatan ini sebelumnya bukan diawali dari bulan September, tetapi dari persinggahanku pada sebuah jalan beraspal yang menunjukkan persimpangan jalan,
disisi jalan dari kejauhan terlihat sebuah stasiun ramai, dan aku menaiki sebuah kereta yang berjalan cukup pelan namun menyediakan pemandangan indah disamping-samping kereta, tiba-tiba aku melihat satu keindahan perlahan mendekatiku, dia berbentuk benda padat bergerak nan cantik. Aku tertarik untuk mendekatinya, benda yang awalnya kusangka padat ternyata adalah sebuah bayangan tiga dimensi, sedikit kecewa sih, tapi ketertarikan mengalahkan akal sehat, aku jadi selalu terbuai pada sebuah rasa yang sebenarnya itu adalah klise.

Satu setengah bulan aku diperjalanan kereta, satu setengah bulan pula aku bersama fatamorgana cantik yang perlahan menghilang, bukan karena ku dekati, akan tetapi matahari sedikit demi sedikit tertutup awan hitam, hingga tersisa sebuah gundukan awan menggumpal berbentuk boneka Hello Kitty besar. Sebenarnya aku tak menyesali, karena kapan-kapan aku bisa memelukmu via boneka Hello Kitty yang mungkin itu juga dulu bekas kau peluk.

Dan, akal sehatku kembali...
Dia kembali dan tertawa terbahak setelah aku menyesali kejadian kemarin.
"Betapa bodohnya dirimu sekarang, Arlong"
Aku terdiam selama setengah jam, akhirnya sepatah kata keluar dari mulutku
"Maaf, aku handak bekamih !"

Kekanakan plestek yang terbungkus.    

Empat bulan lamanya, akal sehat terus mentertawakan ku, aku muar meihat tingkah si akal sehat yang setiap kali terbahak-bahak, timbul dalam nuraniku untuk menangkap si akal sehat dan menjebloskannya ke rumah sakit jiwa. Aku gagal menangkapnya, karena dia selicin belut... dan aku bemamai, ku kasih nama dia Si Bungul. Sejak kejadian tersebut, aku terus merayu Tuhan agar dihibernasikan setiap bulan September dan dibangunkan ketika September berakhir. Namun pada kenyataannya tidurku tak pernah panjang, tetap saja berdurasi 10 jam, itu pun dikasih Tuhan bonus melandau.

Dan Si Bungul datang lagi...
Rencana menangkapnya kembali hadir, dengan ide yang lebih nakal, akan tetapi satu hal menahanku, aku lupa bahwa si akal sehat adalah diriku yang sesungguhnya, pribadi konyol nan unyu-unyu (ujar mama ku). Betapa menyesalnya aku, karena selama ini tidak menyadari bahwa yang namanya perasaan adalah asap numpang lewat.

Ada banyak hal yang dapat kupelajari dari kejadian tersebut, aku menjadi bukan aku ketika perasaan yang pegang tali kemudi. Mungkin karena titik jenuh dan kemengertian saling berkolaborasi menimbulkan sebuah output bahwa segala yang terjadi memang harus terjadi, dengan itu aku dapat memaafkan diriku serta tidak lagi mengutuk kejadian kelam yang terlewat, karena aku sadar kejadian pahit adalah batu bata untuk sebuah benteng ketegaran.